Kebahagiaan atau bahagia dalam
bahasa Arab disebut dengan al-Hasanah, al-Farhu, as-Sa’adah,
as-Sakinah, atau al-Itmi’nan. Dalam bahasa Inggris kita sebut
dengan happy, glad atau wonderful. Terlepas dari bahasa
manapun juga, mungkin perlu kita mempertanyakan diri kita sendiri, “Apakah kita
sudah termasuk orang yang bahagia ?”, adalah sebuah pertanyaan yang layak bagi
diri kita masing-masing. Mungkin diantara kita ada yang menganggap dirinya
sudah bahagia dengan persepsinya dan ada juga mungkin orang yang menganggap
dirinya tidak pernah menemukan dan merasakan kebahagiaan. Masing-masing dari
setiap manusia telah ditakdirkan oleh yang maha kuasa berada diantara dua
keadaan, yakni bahagia dan susah, senang dan sedih, kaya dan miskin, cantik dan
jelek, kaya dan miskin yang semuanya tidak dapat terpisahkan dan tidak bisa
untuk dihindari oleh manusia. Dari keadaan tersebut dapat berubah dan dirubah
hanya terjadi oleh manusia itu sendiri. Sesungguhnya Allah tidak membebani dan
menjadikan kesusahan, kesedihan, kemiskinan itu sebagai takdir akhir bagi
manusia. Bagi mereka yang berfikir dan memahaminya itu semua adalah suatu
keadaan dimana manusia harus berbuat, berusaha dan meyakini bahwa Allah menguji
kesabaran makhluk ciptaan-Nya.
Ada orang merefleksikan
kebahagiaannya dengan membuat atau membeli rumah mewah, mobil mewah, pergi
wisata ke luar negeri, atau pesta pora dengan gelimangan hartanya. Tetapi
itupun belum membuat mereka bahagia. Ada orang yang memiliki perusahaan besar,
tokoh yang terkemuka, jabatan tinggi, orang yang tersohor dinegerinya, namun
ternyata kebahagiaan itu belum juga menyertai mereka. Apatah lagi orang yang
tidak memiliki apa-apa didunia ini, kebahagiaan itu lebih jauh lagi dari
mereka. Jika demikian ternyata ukuran kebahagiaan itu bukanlah terletak pada
banyaknya harta atau selalu dipandang orang lain atau yang lainnya. Lantas
dimanakah letak kebahagiaan itu dan bagaimana pula kita dapat mewujudkannya..?
Kebahagiaan adalah kondisi jiwa
ketika seseorang mampu melakukan suatu perbuatan yang bernilai dan luhur. Ia
merupakan kekuatan batin yang memancarkan ketenangan dan kedamaian, merupakan
karunia Allah swt. yang membuat jiwa lapang dan bergembira. Bahagia adalah
kejernihan hati, kebersihan prilaku dan keelokan ruhani. Hal itu merupakan
pemberian Allah swt. yang diberikan kepada siapa saja yang melakukan perbuatan
terpuji. kebahagiaan adalah rasa ridha yang mendalam dan sikap qana'ah.
Kebahagiaan itu kelapangan jiwa, bahagia tatkala kita bisa membuat senang
hati orang lain, menyungging senyum di wajah, dan kita merasa lega tatkala
dapat berbuat baik kepada sesama, merasa nikmat ketika kita bersikap baik
kepada mereka. Kebahagiaan adalah membuang jauh segala pikiran negatif dan
mengisinya dengan pikiran yang positif. Ia merupakan sebuah kekuatan yang mampu
menghadapi berbagai tekanan dan sekaligus mencari solusi bukan berdasarkan
emosi. Kebahagian itu ada pada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, ada
dalam meninggalkan kebencian, kedengkian dan sikap tamak terhadap kepemilikan
orang lain. Bahagia itu terdapat dalam dzikir kepada Allah swt, syukur
kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya. Dan kebahagiaan hakiki adalah
meraih surga dan terbebas dari api neraka.
Ada beberapa ungkapan tentang
kebahagiaan yang menjadi patokan dan pelajaran bagi setiap orang yang mau
meraihnya diantaranya adalah :
v Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil
pelajaran dari orang lain dan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan
pelajaran oleh orang lain.
v Bahagia adalah jika kita senang untuk berbuat
kebaikan, bukan dengan berbuat apa saja yang kita senangi.
v Orang bahagia adalah orang yang mengambil pelajaran
dari masa lalu dan berhati-hati terhadap dirinya.
v Orang bahagia adalah yang mau mengambil faedah dari
pengalaman masa lalu, bersemangat pada hari ini dan optimis menyambut masa
depan.
v Kebahagiaan itu diraih dengan menjaga lisan.
v Seseorang tidak akan meraih kebahagiaan kecuali jika
dia hidup merdeka, terbebas dari cengkraman syahwatnya serta mampu menahan hawa
nafsunya.
v Kesungguhan kita dalam mencintai ketaatan, hati yang
selalu kita hadapkan ke hadirat Allah swt. dan kehadiran hati ketika sedang
beribadah merupakan indikasi cepatnya kebahagiaan.
v Kebahagiaan itu adalah dapat menghargai dan mencintai
orang lain seperti mana kita menghargai dan mencintai diri kita sendiri
untuk mengetahui kebahagiaan itu pada diri seseorang
ada tiga tanda yang terlahir pada diri seseorang tersebut, sebagaimana
disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziy rahimahullah. Beliau
menyebutkan tiga perkara yaitu :
1. Jika
mendapatkan nikmat, dia bersyukur.
2. Jika
mendapatkan ujian, dia bersabar.
3. Jika berbuat
dosa, dia beristighfar.
Kemudian apa saja langkah untuk menggapai kebahagiaan
tersebut, di antara langkah-langkah yang yang akan mengantarkan kepada
kebahagiaan dan kesuksesan seseorang adalah sebagai berikut:
1. Memiliki Iman yang kuat kepada Allah swt
Tidak ada kebahagiaan tanpa iman
kepada Allah subhanahu wata’ala, bahkan kebahagiaan itu akan bertambah
seiring dengan bertambahnya iman seseorang kepada Allah subhanahu wata’ala,
dan akan melemah dan berkurang bersamaan dengan lemahnya iman kepada-Nya.
Apabila iman semakin kuat, maka makin besar pula kabahagiaan. Sebaliknya jika
ia melemah, maka kegoncangan dan pikiran negatif akan bertambah yang dapat
membawa kepada pahit dan binasanya kehidupan. Orang yang beriman bahwa Allah subhanahu
wata’ala itu Maha Kuasa tanpa batas, maka dia tidak akan dirundung duka,
tidak dibuat sedih oleh berbagai masalah karena dia mempunyai tempat bersandar
yang kuat, ketika sedang ditimpa suatu ujian dan kesulitan. Iman dengan qadha'
dan qadar akan menumbuhkan sikap ridha dalam hati, kelapangan jiwa dan
ketenangan. Oleh karena itu Nabi Muhammad saw bersabda, "Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik.
Jika ditimpa kelapangan, maka dia bersyukur dan itu adalah baik baginya. Dan
jika ditimpa kesempitan, maka dia bersabar dan itu pun baik baginya.” (HR
Muslim)
2. Meneladani orang-orang yang sholih dan sukses
Yang dimaksudkan di sini adalah orang yang telah
memberikan sumbangsih yang besar dan luar biasa bagi umat manusia dan dia
adalah orang yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala. Yang pertama
dan utama adalah panutan kita Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Dengan mengikuti jalannya, maka seseorang akan bahagia dan dengan
meninggalkan petunjuk dan sunnahnya, maka seseorang akan celaka.
3. Memahami arti sebuah kehidupan
Hidup pasti akan menghadapi masalah, mendapati
kesusahan dan pasti ada rintangan dan ujian. Semua ini merupakan ketetapan dari
Allah swt. terhadap manusia, supaya diketahui mana orang yang lebih baik
amalnya. Maka wajib bagi kita untuk mengenal karakteristik hidup ini dan
menerima sebagaimana wajarnya dan tidak menutup diri untuk menghadapi ketentuan
Allah, menghadapi yang tidak kita senangi dengan sesuatu yang dapat
menghilangkannya. Mengetahui permasalahan ini bukan berarti pasrah dan putus
asa, tetapi justru bersikap sebaliknya.
4. Mengubah Kebiasaan Negatif Menjadi Positif
Dr. Ahmad al-Bara' al-Amiri mengatakan bahwa memulai
kebiasaan baru yang bersifat aqliyah/rasional (bisa dinalar dan
dipikirkan) itu tidak sulit, dibutuhkan kira-kira 21 hari. Dalam hari-hari
tersebut kita berfikir, berbincang-bincang, lalu mengusahakan segala yang bisa
mendukung untuk terwujudnya kebiasaan baru itu, dan terakhir kita menggambarkan
dengan jelas dan sempurna bahwa diri kita telah menjadi yang kita inginkan.
Jika kita telah berfikir bahwa kita telah menjadi yang baru sebagaimana kita
kehendaki, maka gambaran ini secara bertahap akan menjadi sebuah realita. Hal
ini seperti diungkapkan bahwa "al hilm bittahallum wal ilm
bitta'allum" sikap lembut dicapai dengan selalu berusaha lembut dan
ilmu itu diraih dengan belajar. (Durus nafsiyah li an-najah wa at-tafawwuq).
5. Memiliki tujuan hidup yang mulia
Banyak orang yang celaka karena dia tidak memiliki
sasaran dan tujuan yang dia usahakan agar terealisasi. Atau dia punya tujuan
tetapi bukan sesuatu yang mulia dan tinggi sehingga dia tidak merasa bahagia
tatkala berusaha menggapainya. Sedangkan tujuan yang mulia, maka akan menjadikan
seseorang merasa bahagia ketika sedang berusaha untuk mencapainya.
6. Berusaha untuk meringankan derita
Orang hidup pasti mengalami musibah dan derita, namun
tak selayaknya musibah itu disikapi sebagai akhir dari segalanya, dan jangan
beranggapan bahwa hanya dirinyalah yang mendapatkan ujian hidup. Bahkan
selayaknya dia memperingankan musibah dan tidak terlalu membesar-besarkannya.
Istilah lain, “masalah besar dikecilkan dan masalah kecil dihilangkan”. Hal
sepele jangan dibuat resah dan dibesar-besarkan.
7. Kebahagiaan sebenarnya ada pada diri kita sendiri
Jika bahagia itu ada pada diri kita, maka mengapa
harus jauh-jauh mencarinya, karena setiap manusia punya kekuatan dan potensi
bahagia, tetapi kebanyakan mereka tidak mau melihatnya. Sebabnya adalah karena
dia tidak pernah memperhatikan diri sendiri, tetapi sibuk melihat orang lain.
Kebahagiaan terkadang ada di depan mata, tetapi kita tidak mengetahuinya,
sehingga justru mencarinya lagi kepada yang lebih jauh dan semakin jauh.
Sungguh berbahagialah bagi mereka yang telah merasakan
kebahagiaan dalam hidupnya, karena yang dicari dalam hidup ini adalah sebuah
kata atau ungkapan yakni, “kebahagiaan”, baik didunia maupun diakherat,
“Hasanah fi ad-Dunya wa Hasanah fi al-Akhiroh”. Demikian makna hakikat dari
sebuah kebahagiaan, semoga bermanfaat dan menjadi I’tibar bagi kita semua dalam
mengarungi kehidupan yang hanya sementara ini. Wallahu A’lam bi as-Showab.