Kata Ar-Riba adalah isim maqshur,
berasal dari rabaa yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif. Asal arti
kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’; adakalanya tambahan itu berasal dari
dirinya sendiri.Dan, adakalanya lagi tambahan itu berasal dari luar berupa
imbalan, seperti satu dirham ditukar dengan dua dirham.
Islam membenarkan pengembangan uang dengan jalan
perdagangan. Seperti firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan
harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan
perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu." (an-Nisa': 29)
Islam sangat memuji orang yang berjalan di permukaan
bumi untuk berdagang. Firman Allah:
"Sedang yang lain berjalan di permukaan bumi
untuk mencari anugerah Allah." (al-Muzammil: 20)
Akan tetapi Islam
menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan
jalan riba. Maka diharamkannyalah riba itu sedikit maupun banyak, dan mencela
orang-orang Yahudi yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya.
Di antara
ayat-ayat yang paling akhir diturunkan ialah firman Allah dalam surat
al-Baqarah:
"Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada
Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal daripada riba jika kamu
benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah
peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi
kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau
dizalimi." (al-Baqarah: 278-279)
Allah
telah memproklamirkan perang untuk memberantas riba dan orang-orang yang
meribakan harta serta menerangkan betapa bahayanya dalam masyarakat,
sebagaimana yang diterangkan oleh Nabi:
"Apabila riba dan zina sudah merata di suatu
daerah, maka mereka telah menghalalkan dirinya untuk mendapat siksaan
Allah." (Riwayat Hakim; dan yang seperti itu diriwayatkan juga oleh Abu
Ya'la dengan sanad yang baik)
Dalam hal ini Islam bukan membuat cara baru dalam agama-agama samawi lainnya.
Dalam agama Yahudi, di Perjanjian Lama terdapat ayat yang berbunyi: "Jikalau
kamu memberi pinjam uang kepada ummatku, yaitu baginya sebagai penagih hutang
yang keras dan jangan ambil bunga daripadanya." (Keluaran 22:25).
Dalam agama Kristen pun terdapat demikian. Misalnya dalam Injil Lukas
dikatakan: "Tetapi hendaklah kamu mengasihi seterumu dan berbuat baik
dan memberi pinjam dengan tiada berharap akan menerima balik, maka berpahala
besarlah kamu..." (Lukas 6: 35).
Sayang sekali tangan-tangan usil telah sampai pada Perjanjian Lama, sehingga
mereka menjadikan kata Saudaramu --yang dalam terjemahan di atas diartikan
Hambaku pent.-- dikhususkan buat orang-orang Yahudi, sebagaimana diperjelas
dalam fasal Ulangan 23:20 "Maka daripada orang lain bangsa boleh kamu
mengambil bunga, tetapi daripada saudaramu tak boleh kamu mengambil dia ..."
Riba di haramkan baik dalam al-quran maupun
hadis.berikut hadis yang melarang dan mengecam praktik riba dengan kata-kata
yang tegas dan jelas. Dalam hadis ini tersebut dikatakan dengan jelas tentang
laknat bagi pelaku riba. Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, pemberinya,
penulisnya, kedua saksinya mereka semua sama. Nabi SAW bersabda : “riba itu
sekalipun dapat menyebabkan bertambah banyak, tetapi akibatnya akan berkurang”
Hadis ini
merupakan ancaman bagi orang yang melakukan praktik riba, bahwa riba memang
dapat mendatangkan keuntungan besar bagi pelakunya, tetapi suatu saat tidak
akan mendapatkan berkah dari Allah SWT, sehingga pada akhirnya akan berkurang.
Dalam alquran ditegaskan bahwa Allah SWT akan memusnahkan harta yang di peroleh
dengan cara riba dan menghilangkan keberkahannya.
Para ekonom
modern dewasa ini, telah menyadari secara empiris, bahwa bunga mengandung
mudharat, karena mengambil keuntungan tanpa memikul resiko atas proyek usaha
yang dikelola si peminjam adalah sebuah ketidakadilan dan ini dapat menimbulkan
berbagai krisis, karena itu, tidak mengherankan jika banyak pakar ekonomi yang
berkeyakinan bahwa krisis ekonomi ini disebabkan oleh sistem ribawi. Fakta,
kini telah membuktikan bahwa sistem riba banyak menimbulkan bencana di berbagai
negara dan berbangsa. Negara-negara penghutang dijerat hutang yang besar 30 %
diantaranya adalah hutang bunga itu bukan saja atas modal yang dipinjam, tetapi
juga bungan atas bunga. Inilah yang disebut dengan bunga yang berlipat ganda.
Ekonom
ternama, Lord Keyness, menyimpulkan bahwa suku bunga yang tinggi menyebabkan
macetnya pasar atau terhentinya kegiatan industri dan kemudian secara negatif
mempengaruhi penerimaan yang merupakan sumber produksi. Penyimpangan nasabah di
bank akan berjalan terus menerus, meski suku bunga turun sampai titik nol.
Dalam
memberikan tanggapan terhadap dampak bunga, ekonom kenamaan W.C. Mitchel dengan
tepat sekali menuturkan bahwa bunga memainkan peranan penting dalam
mengakibatkan timbulnya krisis. Pendapat senada di ungkapkan oleh Nurcholish
Madjid, yang menyatakan bahwa sistem ekonomi yang melanda Indonesia saat ini,
katanya, merupakan pengaruh global, kerena dunia dikuassi oleh sistem ekonomi
ribawi, ciptaan kapitalis. Dimana negara kaya menghisa darah negara-negara
miskin dengan pinjaman bunga.
Ekonomi
global akan mempengaruhi setiap negara, sehingga krisis yang dihadapi bangsa
Indonesia tidak akan pernah selesai bila diatasi sendiri. Sistem ekonomi riba
menurutnya faktor utama ketimpangan ekonomi antara Barat dan negara-negara
berkembang. Antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin. Sitem iu
memungkinkan terjadinya pemondahan kekayaan dalam sekejap dari negara-negara
berkembang kepada negara-negara kapitalis.
Akibat
sampingan yang amat terasa adalh terjadinya penumpukkan asset dalam jumlah
besar dan dikuasai segelintir masyarakat. Sedangkan mayoritas rakyat tidak
mendapat sumber kehidupan. Dalam sistem ekonomi riba, terjadi pengalihan
kekayaan secara mudah. Akibatnya orang menjadi materialis secara rakus dan
serakah.
Cara riba
merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang diperoleh si
pemilik modal bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Adalah tidak
adil, bila seorang kapitalis (pemilik modal), meraup bunga dari modalnya, tanpa
menanggung resiko sedikitpun dalam sebuah usaha.
Dalam
kenyataannya, pemilik uang tak peduli apakah sipeminjam atau pengolah modal,
untung atau rugi, yang penting baginya adalah bunga sekian persen harus
diterimanya.
Pada pinjaman
sistem bunga, tak terdapat kebersamaan dan kemitraan sebagaimana dlam sistem
mudharabah. Pada sistem bunga, keuntungan yang didapat dengan mengeksploitir
orang lain yang pada dasarnya lebih lemah daripadanya. Praktek semacam ini
merugikan pengusaha kecil sebaliknya menambah kekayaan bagi orang-orang kuat
tanpa menanggung resiko apapun. Akhirnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin
semakin miskin. Dalam perekonomian bebas bunga, pemecahan dan pengurangan penderitaan
orang banyak dapat direalisir secara adil.
Pada
dasarnya, keperluan akan pinjaman, timbul karena kebutuhan ekonomi, utamanya
kaum muskin. Hanya suatu masyarakat kaya yang bisa memberikan pinjaman kepada
masyarakat miskin. Karena itu, dikenakannya bunga dalam bentuk apa saja pada
pinjaman, adalah suatu pengingkaran terhadap prinsip universal persaudaraan
manusia yang harus saling menolong. Jadi, riba meupakan penghisapan dari
kebutuhan sesama saudara. Bunga telah merontokkan fitrah dasar manusia untuk
saling bantu dan mengasihi.
Maka, bunga
menghancurkan dasar-dasar kehidupan manusia yang fundamental, yaitu saling
membantu dan menolong. Bunga juga menjadikan manusia hanya mementingkan diri
sendiri. Semua orang dalam masyarakat seperti itu, mempunyai kecenderungan
untuk bergumul dalam segala sesuatu yang semata-mata didasarkan oleh
materi/uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar