Halaman

Kamis, 17 Mei 2012

Riba Dan Hubungannya Dengan Perekonomian


Kata Ar-Riba adalah isim maqshur, berasal dari rabaa yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif. Asal arti kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’; adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri.Dan, adakalanya lagi tambahan itu berasal dari luar berupa imbalan, seperti satu dirham ditukar dengan dua dirham.
Islam membenarkan pengembangan uang dengan jalan perdagangan. Seperti firman Allah:

"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu." (an-Nisa': 29)
Islam sangat memuji orang yang berjalan di permukaan bumi untuk berdagang. Firman Allah:
"Sedang yang lain berjalan di permukaan bumi untuk mencari anugerah Allah." (al-Muzammil: 20)

       Akan tetapi Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Maka diharamkannyalah riba itu sedikit maupun banyak, dan mencela orang-orang Yahudi yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya.
       Di antara ayat-ayat yang paling akhir diturunkan ialah firman Allah dalam surat al-Baqarah:
"Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal daripada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizalimi." (al-Baqarah: 278-279)

         Allah telah memproklamirkan perang untuk memberantas riba dan orang-orang yang meribakan harta serta menerangkan betapa bahayanya dalam masyarakat, sebagaimana yang diterangkan oleh Nabi:
"Apabila riba dan zina sudah merata di suatu daerah, maka mereka telah menghalalkan dirinya untuk mendapat siksaan Allah." (Riwayat Hakim; dan yang seperti itu diriwayatkan juga oleh Abu Ya'la dengan sanad yang baik)

          Dalam hal ini Islam bukan membuat cara baru dalam agama-agama samawi lainnya. Dalam agama Yahudi, di Perjanjian Lama terdapat ayat yang berbunyi: "Jikalau kamu memberi pinjam uang kepada ummatku, yaitu baginya sebagai penagih hutang yang keras dan jangan ambil bunga daripadanya." (Keluaran 22:25).
          Dalam agama Kristen pun terdapat demikian. Misalnya dalam Injil Lukas dikatakan: "Tetapi hendaklah kamu mengasihi seterumu dan berbuat baik dan memberi pinjam dengan tiada berharap akan menerima balik, maka berpahala besarlah kamu..." (Lukas 6: 35).
     
          Sayang sekali tangan-tangan usil telah sampai pada Perjanjian Lama, sehingga mereka menjadikan kata Saudaramu --yang dalam terjemahan di atas diartikan Hambaku pent.-- dikhususkan buat orang-orang Yahudi, sebagaimana diperjelas dalam fasal Ulangan 23:20 "Maka daripada orang lain bangsa boleh kamu mengambil bunga, tetapi daripada saudaramu tak boleh kamu mengambil dia ..."

Riba di haramkan baik dalam al-quran maupun hadis.berikut hadis yang melarang dan mengecam praktik riba dengan kata-kata yang tegas dan jelas. Dalam hadis ini tersebut dikatakan dengan jelas tentang laknat bagi pelaku riba. Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya, kedua saksinya mereka semua sama. Nabi SAW bersabda : “riba itu sekalipun dapat menyebabkan bertambah banyak, tetapi akibatnya akan berkurang”

        Hadis ini merupakan ancaman bagi orang yang melakukan praktik riba, bahwa riba memang dapat mendatangkan keuntungan besar bagi pelakunya, tetapi suatu saat tidak akan mendapatkan berkah dari Allah SWT, sehingga pada akhirnya akan berkurang. Dalam alquran ditegaskan bahwa Allah SWT akan memusnahkan harta yang di peroleh dengan cara riba dan menghilangkan keberkahannya.

Para ekonom modern dewasa ini, telah menyadari secara empiris, bahwa bunga mengandung mudharat, karena mengambil keuntungan tanpa memikul resiko atas proyek usaha yang dikelola si peminjam adalah sebuah ketidakadilan dan ini dapat menimbulkan berbagai krisis, karena itu, tidak mengherankan jika banyak pakar ekonomi yang berkeyakinan bahwa krisis ekonomi ini disebabkan oleh sistem ribawi. Fakta, kini telah membuktikan bahwa sistem riba banyak menimbulkan bencana di berbagai negara dan berbangsa. Negara-negara penghutang dijerat hutang yang besar 30 % diantaranya adalah hutang bunga itu bukan saja atas modal yang dipinjam, tetapi juga bungan atas bunga. Inilah yang disebut dengan bunga yang berlipat ganda.
Ekonom ternama, Lord Keyness, menyimpulkan bahwa suku bunga yang tinggi menyebabkan macetnya pasar atau terhentinya kegiatan industri dan kemudian secara negatif mempengaruhi penerimaan yang merupakan sumber produksi. Penyimpangan nasabah di bank akan berjalan terus menerus, meski suku bunga turun sampai titik nol.
Dalam memberikan tanggapan terhadap dampak bunga, ekonom kenamaan W.C. Mitchel dengan tepat sekali menuturkan bahwa bunga memainkan peranan penting dalam mengakibatkan timbulnya krisis. Pendapat senada di ungkapkan oleh Nurcholish Madjid, yang menyatakan bahwa sistem ekonomi yang melanda Indonesia saat ini, katanya, merupakan pengaruh global, kerena dunia dikuassi oleh sistem ekonomi ribawi, ciptaan kapitalis. Dimana negara kaya menghisa darah negara-negara miskin dengan pinjaman bunga.
Ekonomi global akan mempengaruhi setiap negara, sehingga krisis yang dihadapi bangsa Indonesia tidak akan pernah selesai bila diatasi sendiri. Sistem ekonomi riba menurutnya faktor utama ketimpangan ekonomi antara Barat dan negara-negara berkembang. Antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin. Sitem iu memungkinkan terjadinya pemondahan kekayaan dalam sekejap dari negara-negara berkembang kepada negara-negara kapitalis.
Akibat sampingan yang amat terasa adalh terjadinya penumpukkan asset dalam jumlah besar dan dikuasai segelintir masyarakat. Sedangkan mayoritas rakyat tidak mendapat sumber kehidupan. Dalam sistem ekonomi riba, terjadi pengalihan kekayaan secara mudah. Akibatnya orang menjadi materialis secara rakus dan serakah.
Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang diperoleh si pemilik modal bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Adalah tidak adil, bila seorang kapitalis (pemilik modal), meraup bunga dari modalnya, tanpa menanggung resiko sedikitpun dalam sebuah usaha.
Dalam kenyataannya, pemilik uang tak peduli apakah sipeminjam atau pengolah modal, untung atau rugi, yang penting baginya adalah bunga sekian persen harus diterimanya.
Pada pinjaman sistem bunga, tak terdapat kebersamaan dan kemitraan sebagaimana dlam sistem mudharabah. Pada sistem bunga, keuntungan yang didapat dengan mengeksploitir orang lain yang pada dasarnya lebih lemah daripadanya. Praktek semacam ini merugikan pengusaha kecil sebaliknya menambah kekayaan bagi orang-orang kuat tanpa menanggung resiko apapun. Akhirnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Dalam perekonomian bebas bunga, pemecahan dan pengurangan penderitaan orang banyak dapat direalisir secara adil.
Pada dasarnya, keperluan akan pinjaman, timbul karena kebutuhan ekonomi, utamanya kaum muskin. Hanya suatu masyarakat kaya yang bisa memberikan pinjaman kepada masyarakat miskin. Karena itu, dikenakannya bunga dalam bentuk apa saja pada pinjaman, adalah suatu pengingkaran terhadap prinsip universal persaudaraan manusia yang harus saling menolong. Jadi, riba meupakan penghisapan dari kebutuhan sesama saudara. Bunga telah merontokkan fitrah dasar manusia untuk saling bantu dan mengasihi.

Maka, bunga menghancurkan dasar-dasar kehidupan manusia yang fundamental, yaitu saling membantu dan menolong. Bunga juga menjadikan manusia hanya mementingkan diri sendiri. Semua orang dalam masyarakat seperti itu, mempunyai kecenderungan untuk bergumul dalam segala sesuatu yang semata-mata didasarkan oleh materi/uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar